Ahad, 18 Disember 2011

Bercinta dengan Tuhan


Bercinta dengan Tuhan


Perjuangan melawan nafsu adalah bentuk pergulatan hidup manusia. Cinta adalah pemicunya. Mencintai apapun selain Allah ibarat memahat sesuatu yang menjelma menjadi tuhan-tuhan selain Dia. "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya." (QS. Al-Jaatsiyah : 23).

Mulai dari awal penciptaan, Allah telah menetapkan manusia sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah : 30).

Dengan predikat sebagai pemimpin, manusia termasuk makhluk yang paling sempurna dalam ciptaanNya. Sebagaimana wujud manusia yang terdiri dari jasmani, nafsani, dan rohani. "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS. At-Tiin : 4).
Jasmani adalah fisik manusia yang hanya dapat berinteraksi dengan kehidupan yang serba lahiriah (dunia). Berbeda dengan nafsani, yaitu jiwa yang dapat mewarnai sifat dan karakter manusia sesuai dengan ilham yang diberikan Allah padanya. "Dan nafsu (jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (QS. Asy-Syams : 7-8).

Adapun roh itu ada pada rahasia Allah, tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya sedikit saja. "Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit." (QS. Al-Israa' : 85).

Dengan fasilitas yang telah disediakan Allah di dunia, manusia dengan jasmani dan jiwanya berkembang sesuai dengan fitrahnya. "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar-Ruum : 30).

***

Cinta dan Tuhan

Mencintai sesuatu berarti mengutamakan sesuatu, bila keutamaan itu sampai membuat seseorang lupa pada Allah, maka sesuatu itu menjelma menjadi tuhan bagi dirinya. Berbeda dengan orang yang mencintai Allah. Orang yang mencintai Allah pasti mencintai sesuatu, tapi orang yang mencintai sesuatu belum tentu mencintai Allah.

Cinta yang tumbuh dan berkembang dalam diri manusia merupakan fitrah yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Karena cinta adalah anugerah yang ditanamkan Allah ke dalam hati manusia. "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik." (QS. Ali 'Imran : 14).

Dan ketika seorang laki-laki mencintai wanita atau sebaliknya, maka rasa cinta itu harus dipandang sebagai anugerah Allah. Begitu pula cinta terhadap anak-anak, harta benda, kedudukan, dan martabat, semuanya harus dikembalikan kepada Allah. Artinya, ekspresi cintanya semata-mata karena memelihara amanat dan anugerah Allah.

Cinta adalah sesuatu yang lembut dan meliputi relung hati. Cinta tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata, namun refleksi dari cinta terlihat pada sifat orang yang bercinta, melalui ekspresi kepatuhan dan pengabdian.

Apabila cinta telah berkembang menjadi kepatuhan dan pengabdian kepada sesuatu, hingga melampaui kepatuhan dan pengabdiannya kepada Allah, maka sudah pasti sesuatu yang dicintainya itu menjelma menjadi tuhan-tuhan selain Allah.

Dalam realita kehidupan, banyak orang yang mencintai tuhan-tuhan selain Allah dengan menjadikan yang dicintainya sebagai sesembahan di dalam hatinya. Sebagai contoh, orang yang lebih mengutamakan kecintaannya pada istri, suami, anak-anak, ketimbang Allah.

Tuhan adalah predikat dari sesuatu, baik dalam wujud lahiriah maupun dalam wujud imajinasi. Dalam kalimat tauhid menyebutkan, "Tidak ada tuhan kecuali Allah." Berarti tidak ada tuhan-tuhan dalam bentuk apapun yang dipandang secara lahiriah, juga tidak ada sesuatu dalam imajinasi yang dapat menumbuhkan rasa cinta hingga melampaui cintanya pada Allah. Lebih spesifik lagi dalam memaknakan kalimat tauhid ialah, Tidak ada cinta pada tahta, harta, dan wanita (baca : lawan jenis), kecuali hanya pada Allah semata.

Cinta tumbuh dan berkembang di dalam hati. Mencintai sesuatu berarti menyediakan ruang dalam hati untuk bersemayam sesuatu yang dicinta. Hal ini, sama saja menempatkan berhala-berhala di sekeliling rumah Allah, sebab bagi orang-orang yang beriman, hati itu rumah Allah yang harus dijaga kebersihan dan kesuciannya.

Jika ada orang yang mencintai sesembahan selain Allah dalam bentuk arca dan berhala, maka tidak sedikit pula orang yang menjadikan sesuatu itu berhala-berhala di dalam hatinya dan sekaligus menjadi tuhan-tuhan selain Allah. Seperti orang yang mengutamakan cintanya pada tahta, harta, wanita (baca : lawan jenis), anak, dan keluarga, sampai-sampai hatinya dipenuhi dengan berbagai hal tersebut.

"Katakanlah : "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan KeputusanNya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah : 24).

Mencintai sesuatu boleh saja, tetapi harus dimaknai sebagai refleksi cintanya kepada Allah, dan bukan malah menjadikan cintanya itu sebagai ajang untuk menguasai dan memiliki sesuatu sehingga membuat Allah tersisih.

Jika ada rasa cinta pada sesuatu dan membuat lupa pada Allah, maka sesuatu itu menjadi tuhan-tuhan selain diriNya. Sama saja orang tersebut sedang bercinta dengan tuhannya. Tuhan yang dimaksud, ialah tuhan-tuhan penjelmaan sesuatu yang dicintainya sesuai dengan nafsunya.

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. Al-Jaatsiyah : 23).

***

Tauhid dan Cinta

Tauhid akan mengantarkan seseorang pada maqam hakikat Istiqlal (merdeka). Sebab dengan memahami tauhid, seseorang dapat melepaskan diri dari belenggu nafsu dunia dan ananiah (keakuan) yang memenjarakannya.

Tauhid juga menumbuhkan cinta kepada Allah. Memahami tauhid sama dengan memposisikan diri menjadi pencinta Allah. Tidak bertauhid, berarti ada kesenjangan cinta dengan Allah. Sebagaimana kesenjangan cinta antara suami istri yang dipicu karena tidak sepaham dalam memandang dan meminati sesuatu. Untuk mencapai cinta yang sejati dan murni, harus ada kesamaan dalam banyak hal, disertai kesediaan untuk melebur dengan keinginan dan kemauan demi yang dicinta. Karena melebur pada kehendak yang dicinta merupakan bentuk pengorbanan yang hakiki.

Pernyataan cinta seorang hamba pada Tuhan harus diikuti oleh kepatuhan mengikuti kehendakNya. Seraya berkata dan meyakini dalam hati, "Tidak ada daya dan upaya, kecuali dengan daya dan upaya Allah Yang Mahaagung lagi Mahatinggi." Yang berarti daya dan upaya seorang hamba selaras dengan kehendak Allah.

Jika seorang hamba menyatakan cinta kepada Allah, tetapi tidak mau berjalan di bawah kehendakNya, maka cintanya sebatas lipstik kata-kata yang menggumpal jadi kalimat untuk bermunajat. Seperti orang yang berteriak lantang menyuarakan cinta, dan tidak mau merendahkan suaranya demi yang dicinta.

Teriakan itu adalah refleksi ketidaktahuan makna dan hakikat cinta. Cinta tidak perlu diteriakkan, karena cinta tidak butuh kata-kata dalam bentuk sajak. Cinta adalah cinta yang hanya dapat dirasa dalam sujud kepasrahan. "Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS. Al-Fath : 29).

Cinta kepada Allah yang ditanam dengan benih tauhid dan selalu disirami dengan air ibadah akan tumbuh subur dan berbuah cinta abadi dalam bentuk kepatuhan dan pengabdian. Kepatuhan mengikuti RasulNya dan mengabdi sebagai hambaNya seraya berharap pada cinta kasihNya. "Katakanlah : "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali 'Imran : 31).

Seseorang yang mengikuti RasulNya karena cintanya pada Allah, berarti telah mampu melepaskan diri dari perbudakan nafsu, terbebas dari hukum basyariah (fisik), dan terlepas dari sesuatu selain Allah yang mencengkeramnya.

Terbebas dari hukum basyariah itu bukan berarti tarikus syari'at (meninggalkan syari'at Nabi Muhammad SAW). Tetapi menyediakan seluruh hidup dan matinya hanya untuk Allah Tuhan Semesta Alam. Inilah hakikat tauhid dan cinta seorang hamba pada Tuhannya. "Sesungguhnya shalat dan ibadahku, hidup dan matiku, kuserahkan seluruhnya hanya kepada Allah Tuhan semesta alam." (arti sebagian do'a iftitah).

***

Cinta dan Pengabdian


Kepatuhan dan pengabdian merupakan bentuk ekspresi cinta seorang hamba kepada tuhannya, baik tuhan dalam arti sesuatu yang merupakan jelmaan dari rasa cinta, atau Tuhan dalam arti yang sesungguhnya. Seorang hamba yang mencintai Tuhan, di hatinya tak ada ruang kosong untuk ditempati oleh sesuatu selain diriNya. Hanya Allah yang meliputi dan memenuhi hatinya sepanjang masa.

Bagai gayung bersambut, Allah pun mencintai hambaNya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan hamba dalam menerima cintaNya. Sebagai bukti awal cintaNya, Dia membersihkan hati hamba dengan ampunan yang berlimpah. Rahmat dan salam datang silih berganti menghiasi hati hamba-hambaNya.

Cinta kasih Allah adalah Nur yang menerangi hati hamba-hambaNya. Ketika Nur Ilahi telah masuk ke lubuk hati seorang hamba, maka hamba tersebut akan merasakan lapang dada dan luas hatinya untuk memaafkan kesalahan siapa pun, sebelum ada yang datang meminta maaf.

"Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya." (QS. Ali 'Imran : 159).

Di samping itu, tercermin pula pada sikap hidup yang selalu mengutamakan wilayah spiritual ketimbang wilayah material. Artinya, jika dihadapkan pada dua pilihan antara kepentingan akhirat dengan dunia, maka akan memilih untuk kepentingan akhiratnya. Dalam hal memilih pasangan hidup misalnya, wanita atau pria yang beriman itu lebih baik untuk akhiratnya daripada wanita atau pria yang musyrik, kendati pun lebih menarik dipandang nafsu syahwatnya.

"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah : 221).

Pengabdian seorang hamba terhadap Allah ialah penyerahan diri sepenuhnya di bawah kehendakNya (tawakal), dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan cintaNya yang penuh rahmah dan ampunan. "Mereka itulah yang mendapat shalawat (salam cinta) yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah : 157).
[Majalah KASYAF]

LINK
tenkiu kt kekawan yg sudi membce entry kt cni..like klo ske bce

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Sila Tinggalkan Komen Disini

Copyrigt@Segala Yang Tercatat diatas adalah untuk Renungan Bersama